Senin, 06 Juli 2009

Kisah Gajah Mada 10



KI PATIH DAN KI SEPUH


Setelah pertemuan Pahom Narendra & seusai Sang Ibunda Prabu meminta pendapat dari orang kepercayaannya, tentunya permintaan Raja Hayam Wuruk tidak serta merta dapat mudah diputuskan. Mengingat adanya Sumpah Amukti Palapa yang telah digelorakan & masih berjalan oleh Mahapatih Gajah Mada, serta melihat kepentingan Kerajaan Majapahit yang lebih besar. Maka pertemuan Pahom Narendra kedua akan kembali digelar, namun setelah informasi dari kepercayaan Tribhuannatunggadewi telah lengkap. Dengan demikian keputusan yang akan dikeluarkan diharapkan akan seakurat mungkin demi kejayaan Majapahit.

Sementara di sisi Sang Mahapatih yang saat itu sedang kelelahan setelah penaklukannya ke utara Champa maupun Tumasek, membuat dirinya sedang sulit berpikir. Ditambah keinginan "Palapa"nya yang akan direbut oleh pihak Istana Trowulan melalui Sang Prabunya sendiri, tentu menambah beban pikirannya yang seharusnya ia dapat rebahan dengan tenang di tempat peraduannya.

Di tempat lain lagi, sebagian pejabat Majapahit dari tingkat Patih hingga Tumenggung mulai mempertanyakan kebijakan-kebijakan Gajah Mada yang dinilai mengedepankan egonya daripada kepentingan kerajaan. Mereka mulai mempertanyakan Amukti Palapa yang dibentangkan oleh Sang Mahapatih, mereka melihat bahwa sesungguhnya Sumpah tersebut adalah untuk memajukan nama besar Gajah Madanya sendiri daripada Sang Prabu.

"Mempersatukan Nusantara ? ... Puih !" tegas Ki Patih dengan meludah karena bencinya pada Gajah Mada. "Ia sebenarnya hanya ingin namanya menjadi besar, sementara Majapahit adalah alatnya" lanjutnya.

"Hati-hati kamu bicara !" ingat Ki Sepuh.

"Hah ?! Kenapa demikian ? Bukankah telah jelas di hadapan mata kita bahwa bahkan nama Sang Prabu jarang ia bawa ? Ia selalu dan selalu membawa nama Majapahitnya ?!" tanya Ki Patih.

Ki Sepuh tersenyum dengan memegang jenggot putihnya seraya membelai-belai.

"Saya dari dulu mencurigainya, pada akhirnya ia pasti akan merebut singgasana Sang Prabu ! Lihat saja, ia hanya membawa nama Baginda Raja Junjungan kita semua di tempat-tempat yang tak jauh dari sini. Sementara hingga ke utara ia hanya membawa namanya sendiri & Majapahit ?! Bukankah itu berarti ia sedang mempersiapkan dirinya sebagai raja ?" tanya Ki Patih dengan kesalnya.

"Kita janganlah tergesa-gesa menilai seperti itu. Tak baik memberi prasangka buruk, apalagi kepada seorang Mahapatih yang telah membawa kejayaan bagi Majapahit" Ki Sepuh mengingatkan.

Menengoklah Ki Patih kepada Ki Sepuh lalu menatap tajam matanya melihat perkataan temannya itu.

"Bagaimana kau ini Ki ? Seharusnya engkau mendukungku, bukan malah menahan diriku. Ah, jadi tak jelas rupanya ?!" tegasnya dengan kesal kepada Ki Sepuh. Lalu ia bersedekap sembari duduk di atas batu saling berhadap-hadapan.

Bersamaan Ki Patih duduk, Ki Sepuh berdiri seraya berkata : "Inilah bedanya saya dan kamu dari dulu".

"Beda ? Apanya yang berbeda Ki Sepuh ?!" tanyanya masih dengan nada kesal.

Dengan jari tangan kanannya menunjuk kepalanya sendiri & jari tangan kirinya menunjuk dengkul kakinya, Ki Sepuh berkata : "Bila aku masih suka menggunakkan kepala, ternyata engkau masih senang menggunakkan dengkul !". "Bagaimana engkau bisa menang bila emosimu masih kau kedepankan daripada isi kepala ?!" lanjutnya.

Terdiam Ki Patih mendengarnya. Meski wajahnya memerah karena merasa dihina, namun dirinya sendiri membenarkan ucapan tersebut. Sehingga ia lebih memilih menundukkan kepalanya & melepas tangannya yang sedang bersedekap itu.

"Lalu bagaimana selanjutnya Ki ?" tanyanya.

"Tunggu saat yang tepat dariku. Yang terpenting para prajurit pasukanmu harus terus menerus berlatih agar mumpuni dalam perang nanti. Esok aku akan menemui Ki Tumenggung untuk membahas lebih lanjut !" tegas Ki Sepuh, lalu ia berlalu pergi meninggalkan Ki Patih yang masih duduk di atas batu.

Hati Ki Patih masih panas tak sabar untuk segera menjungkalkan Sang Mahapatih. Mengingat telah sekian lama ia & keluarganya harus hidup seadanya demi yang kata Gajah Mada adalah untuk Majapahit itu. "Demi Majapahit, hah ?! Demi dirimu yang pasti hai Gajah Mada kurang ajar engkau !" ucapnya dalam hati. "Demi namamu yang kau besarkan sendiri ini, maka menderitalah segenap pejabat Majapahit ! Berani-beraninya engkau memberi hukuman kepada kami para pejabat bila melakukan kesalahan dengan hukuman yang sama dengan para kawula rakyat ! Sudah gilakah kau Mada ?!" kesal bukan kepalang Sang Patih melihat yang baginya penderitaan berkepanjangan ini, meski tetap ia berkata dalam hati.

Lalu berdirilah Ki Patih dari batu yang ia duduki seraya berkata : "Aku dan sekalian pejabat Majapahit adalah yang harus disembah oleh segenap kawula rakyat ! Bukan kami yang harus sibuk pontang-panting untuk mensejahterahkan mereka, namun merekalah yang harus membahagiakan kami. Kurang ajar kau Mada !! Akan kujungkalkan dirimu wahai Mada !!!" keras & lantang perkataannya, meski tetap dalam hati.

Pergilah kemudian Sang Patih dengan tangan mengepal, berlalu menjauh menuju wisma kepatihannya.



( RP )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar