Jumat, 03 Juli 2009

Kisah Gajah Mada 2



KETIKA GAJAH MADA
TAK MAMPU MENGUTARAKAN CINTA



Kolam itu masih sama seperti dahulu ia tinggalkan, bedanya hanya tanaman laut yang kian tumbuh rimbun hampir menutupi sebagian permukaan kolam. Ikan-ikan masih berseliweran dengan riangnya seakan-akan tak peduli apa yang sedang dirasakan Mahapatih dari Majapahit itu. Malam terang bulan membuat Gajah Mada terasa berat melangkahkan kakinya menuju kolam tersebut, terlebih saat di kejauhan telah nampak Sang Putri telah berdiri di tepi kolam sedang memandang gemericaknya air.

Berat memang namun harus, mendekati tempat yang telah ia janjikan untuk menemuinya setelah sekian lama tak bertemu.

Sesaat tiba mendekat, tiba-tiba Sang Putri bersuara terlebih dahulu : "Cinta adalah sekali dan selanjutnya dibawa mati, mengertikah engkau akan hal ini Kangmas ?". Sang Mahapatih kaget mendengarnya kemudian berhenti tepat di belakangnya. Tanpa menoleh ia kembali berkata : "Cinta adalah sekali dan selanjutnya akan dibawa mati, tahukah itu Kangmas ?". Diam seribu bahasa Gajah Mada tak mampu mengeluarkan sepatah katapun, meski banyak yang ingin diutarakan namun entah mengapa semuanya hanya berhenti di tenggorokan. Kembali ia berucap : "Kangmas, jangan engkau katakan bahwa dirimu sejak di bumi Wilwatikta tak lagi mampu bertutur-kata bahasamu sendiri. Kuharap kamu mengerti ucapanku bahwa cinta adalah sekali dan selanjutnya dibawa mati", lalu menolehlah Sang Putri menatap mata Sang Mahapatih dengan tajam. Entah mengapa Gajah Mada kemudian menundukkan kepalanya untuk menutup warna wajahnya yang mulai berubah. "Aku tidak berkata-kata demikian bila tidak Kangmas memulainya terlebih dahulu" ujar Sang Putri yang kemudian melangkahkan kakinya menyusuri tepi kolam. Melihat hal tersebut maka Gajah Mada mengikutinya meski tetap berada di belakangnya. "Kangmas masih ingatkah akan ikan-ikan di kolam ini ? Ada yang ikan Mas dan ada yang Impun dan keduanya tak mungkin bisa bersatu karena berbeda, meski ada yang menyelinap maka tetap terlihatlah bedanya ? Itulah kata-kata Ayahku Sang Prabu kepadamu dahulu kala yang membuatmu sakit hati dan pergi meninggalkan cita-citamu sendiri" tanyanya.

Sesaat kemudian tiba-tiba beberapa abdi dalem Kaputren datang untuk mengingatkan Sang Putri untuk segera beristirahat.

Sementara Sang Putri kemudian mengalihkan tatapannya kembali ke Gajah Mada menanti jawabannya. Namun yang terjadi adalah Sang Mahapatih menundukkan kepala sembari berkata : "Yang Mulia Tuan Putri, adalah layak bila bersanding dengan Tuanku Baginda Prabu Hayam Wuruk". "Itukah jawabmu Kangmas ?" tanyanya. "Mohon maaf beribu-ribu maaf Tuan Putri, saya hanya menjalankan tugas kenegaraan" jawab Gajah Mada. "Baiklah kalau begitu Kangmas, bila itu jawabmu. Besok pagi kamu akan mendapat jawaban dari Rajaku agar segera kamu dapat berpulang ke Trowulan untuk menyampaikan kabar gembira".

Hening serasa tak ada satupun angin yang melintas, namun kegerahan tubuh Sang Mahapatih meningkat tak nyaman mendengarnya.

Sebelum pergi meninggalkan Gajah Mada, Sang Putri berkata : "Aku bukanlah seorang manusia yang sepandai atau segagah dirimu Bandadewa ! Namun aku tahu perbedaan antara Cinta & Pengabdian !! Tuanku Bandadewa akan mendapatkan apa yang diinginkan !!!", lalu pergilah ia kembali menuju puri bersama para abdi dalamnya.

Membeku Sang Mahapatih masih di depan kolam ikan, remuk redam hatinya tak tertahan mendengar jawaban Sang Putri. Ia kini terjebak apa yang telah ia perbuat sendiri, Sumpah Amukti Palapa karena baginya adalah mustahil untuk mendapatkan seorang Dyah Pitaloka. Kepergiannya meninggalkan bumi Sunda karena sakit hatinya atas sindiran Sang Prabu dahulu kala. Namun kini apa yang terjadi ? Setelah apa yang dirasa tidak mungkin ternyata menjadi benar-benar tidak terjadi, karena bersaing dengan Rajanya sendiri. Langit yang semasa kecil dikira tak mungkin digapai kini hilang membuat dirinya hampa tak berarti. Semuanya telah terjadi, hatinya serasa ditusuk & disayat-sayat oleh pisau yang tak ada hentinya. Perih pedih tak lagi tertahan & semuanya tak bisa diulang kembali.

Sepenggalan waktu kemudian ............

Ayam berkokok menandakan matahari menyingsing terbit, jawaban atas pinangan dari Trowulan kemudian dijawab melalui Sang Prabu Maharaja Lingga Buana : "Subuh tadi Sang Putri Kedaton telah memberi jawaban kepada saya, katanya demi keakraban kedua negara maka ia menerimanya".


Nasi telah menjadi buburkah ?



( RP )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar