Jumat, 03 Juli 2009

Kisah Gajah Mada 9



KESEMPURNAAN AMUKTI PALAPA
HARUS DIPEGANG PRABU HAYAM WURUK


Setelah pertemuan Pahom Narendra usai, Ibunda Prabu Hayam Wuruk kemudian memanggil orang kepercayaannya untuk menghadapnya di istana. Maka dengan tergopoh-gopoh orang tersebut segera menuju istana, meski saat itu hujan mulai turun membasahi tanah.

"Hamba haturkan sembah kepada Yang Mulia Ibunda Prabu" sesaat ia tiba di balai istana & menghadap Tribhuannatunggadewi.

"Saya mengundangmu ingin ada masukan yang sebaik-baiknya demi kejayaan kerajaan kita" ucap Sang Ibunda Prabu tersebut. Kemudian kata-katanya dilanjutkan : "Seperti kamu tahu & yang awalnya aku tahu, lalu kini seluruh anggota Pahom Narendra telah mengetahuinya maka kita harus memikirkan matang-matang demi menjaga kejayaan Majapahit".

Hening sesaat saat sang Sang Ibunda Prabu diam, memikirkan kata-kata yang tepat untuk diucapkannya.

"Tak hanya penduduk Dharmasraya hingga Champa saja yang mengelu-elukan Gajah Mada, namun bahkan para pejabat kerajaan setempatpun berbuat sama. Saat saya betandang ke Tumasek, mereka lebih mengenal nama Sang Mahapatih daripada Baginda Prabu sendiri" lapor orang kepercayaan itu memotong keheningan suasana.

"Saya tidaklah heran, paman" jawab Tribhuannatunggadewi. "Justru itu paman kupanggil untuk memberi masukan yang terbaik bagi Majapahit ?" lanjutnya dengan kemudian berdiri untuk berjalan menuju jendela.

Setibanya di jendela, Tribhuannatunggadewi melihat rembulan yang nampak setengah terlihat dan berkata : "Selama ini paman adalah orang kepercayaanku yang menjaga kewibawaan istana & selama ini pula kesetiaan paman tak pernah kupertanyakan".

Tersentak, kemudian buru-buru orang itu merapatkan kedua telapak tangannya hingga diangkat ke atas dengan berkata : "Ampun beribu-ribu ampun bila ada kesalahan yang tak hamba ketahui. Segalanya demi kejayaan Majapahit & keluarga Baginda Prabu & tak ada terbesit sekalipun untuk mendua terhadapnya".

Ibunda Prabu lalu mengalihkan pandangannya ke orang tersebut, kemudian dengan senyuman halusnya berucap : "Saya tak sekalipun meragukannya paman. Maksud saya tadi adalah kiranya untuk selanjutnya pun demikian sikap paman. Bagaimanakah masukanmu akan keadaan ini paman ? Silahkan diutarakan".

"Terima kasih atas kepercayaan Ibunda Prabu terhadap saya. Baiklah saya mulai untuk mempercepat penyelesaian keadaan saat ini : Bila permintaan Baginda Prabu dikabulkan maka itu berarti terlanggarnya Sumpah Amukti Palapa Sang Mahapatih, namun bila permintaan tersebut ditolak maka itu berarti kekecewaan akan muncul dari hati Sang Prabu".

"Menurut paman, apakah Mahapatih Gajah Mada akan menyempurnakan Sumpah Amukti Palapanya ?" tanya Tribhuannatunggadewi.

"Beliau tentunya akan menyelesaikan apa yang telah diucapkan di hadapan khayalak ramai di depan Bale Manguntur saat itu" jawabnya.

"Lalu bila demikian, bagaimana paman dapat menjelaskan padaku. Gajah Mada membawa pasukan sekian banyak & sekian lama hingga Champa di utara, Dharmasraya di barat hingga Onin di timur. Namun di depan perkarangan kita sendiri ia lewati ? Bagaimana mungkin Sang Mahapatih selalu melewati Bumi Kasundan ?" tanya Sang Ibunda Prabu kembali, dengan berjalan kembali menuju singgasananya.

"Itulah maksud beliau, Ibunda Prabu junjunganku" ucapnya.

"Berarti ia takkan dapat menyempurnakan Sumpahnya sendiri ? Karena Bumi Kasundan takkan ia taklukkan ?" ucap Tribhuannatunggadewi dengan raut wajah yang bingung.

"Maaf beribu-ribu maaf kuhaturkan. Namun penaklukkan terakhir yang akan dilakukan beliau adalah dengan meminang Putri dari Bumi Kasundan tersebut. Itulah maksudnya saat berbicara PALAPA" jawabnya dengan menundukkan kepala menghadap lantai. Lalu lanjutnya : "Baik Yang Mulia Ibunda Prabu maupun hamba telah mengetahui sejak lama siapakah Gajah Mada & riwayatnya".

Setelah kembali duduk kemudian Tribhuannatunggadewi bertanya kembali : "Tapi bukankah itu semua hanyalah prasangka saya & paman belaka ? Mungkinkah ia masih akan menemui kekasih lamanya ?".

"Para teliksandhi saya melaporkan bahwa teliksandhi Mahapatih telah membuka hubungan kepada Kedaton Sang Putri Bumi Kasundan tiap beliau sehabis melewati daerah itu. Mohon maaf Yang Mulia Ibunda Prabu jika saya terlambat menyampaikan laporan ini, karena saya harus memastikan terlebih dahulu kepastian berita tersebut" ucapnya.

"Lalu baiknya selanjutnya bagaimana paman ?" tanya Sang Ibunda Prabu.

"Seperti kita ketahui Yang Mulia Ibunda Prabu, hingga kini di sebagian besar wilayah Majapahit Nusantara nama Mahapatih lebih dikenal dari Baginda Prabu sendiri. Bila kemudian beliau berhasil & sejarah akan mencatatnya demikian, maka perlu kita mawas diri terhadap hal tersebut. Mengingat beliau bukanlah asli bumiputera jawadwipa, meski sebagian darahnya mengalir demikian & lahir di bumi ini. Bukankah sebaiknya Sumpah Amukti Palapa disempurnakan oleh Baginda Prabu dengan meminangnya ?" ucapnya dengan panjang lebar.

"Dengan menerima permintaan Sang Prabu ? Menjadi permaisurinya ? Bukankah itu berarti Raja Hayam Wuruk yang melanggar Amukti Palapa ? Karena berarti justru mensejajarkan & bukannya malah menaklukannya. Jangan lupa bahwa anak pewaris tahta nanti berarti akan keluar dari rahim mereka ?" tanya Tribhuannatunggadewi dengan hela napas yang agak panjang.

"Mohon Ampun Ibunda Prabu junjunganku, hamba tak bermaksud seperti itu. Namun dengan Sang Prabu meminangnya maka Sumpah Amukti Palapa akan sempurna di tangan beliau tanpa perlu harus mengawininya" jawabnya.

"Pikiran saya kok malah jadi njlimet untuk menangkap maksud paman ?" keluh Tribhuannatunggadewi.

"Dengan Pahom Narendra menyetujui permintaan Sang Prabu maka Sumpah Amukti Palapa akan menjadi sempurna di tangan kita tanpa perlu Baginda mengawininya & segala kebesaran Sang Mahapatih akan redam dengan sendirinya. Dengan demikian segalanya tetap dapat terjaga & Majapahit tetap dapat berjalan" lanjutnya dengan tegas.

"Saya kini bertambah pusing mendengar nasehat arahanmu paman. Sebaiknya paman lanjutkan pekerjaan yang telah paman siapkan untuk saya dapat melihat maksudnya" ujar Sang Ibunda Prabu dengan memegang kepalanya.

"Baiklah Yang Mulia Ibunda Prabu junjunganku. Dengan demikian saya mohon diri untuk melanjutkan kejayaan Majapahit" ucapnya, lalu keluarlah ia dari istana tersebut.

Sementara Sang Ibunda Prabu Tribhuannatunggadewi tetap berada di singgasanannya dengan masih memegang kepalanya. Namun bila saja orang kepercayaannya tadi dapat melihat lebih seksama wajah Ibu Suri, tersungging senyuman merekah menyeruak dari rautnya.



( RP )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar