Jumat, 03 Juli 2009

Kisah Gajah Mada 1



MAHAPATIH GAJAH MADA,
PUTRI DYAH PITALOKA CITRARESMI

& PRABU HAYAM WURUK



Saat Ki Kresna Hariyadi & Kakang Aan Permana bertemu untuk mengisahkan masing-masing sudut pandang kesejarahan mereka, tentunya benturan terjadi. Namun hasil dari benturan itu menghasilkan sesuatu yang justru sadar tidak sadar menghasilkan sebuah alur benang merah yang selama ini terlewat & yang sekaligus mengungkapkan apa yang sesungguhnya terjadi di balik "Perang Bubat", sebuah kisah ....................

"Cinta Sang Mahapatih dengan Sang Putri berhadapan dengan Kekuasaan Sang Prabu"

.................... Ironis, mengenaskan & memiluhkan memang. Namun itulah kepiawaian Sang Ibunda Prabu Hayam Wuruk yang tidak saja menguasai percaturan politik namun juga kekuatan mengendalikan kehidupan.



Bila dibahasakan maka ;
--------------------------
--
............. "Mada !" bentaknya pada Gajah Mada, lalu terperanjatlah Sang Mahapatih melihatnya dan segera berlutut. "Tidakkah engkau sadar bhw pertikaian cintamu dgn Sang Prabu Hayam Wuruk berebut Sang Putri Dyah Pitaloka adalah kebodohan ? Ia adalah Rajamu !!! Sang Putri Kerajaan Sunda hanya layak bersanding bersama Sang Raja Kerajaan Majapahit. Bukan kamu yang siapa2, Jelas ?!!". Terdiamlah Sang Mahapatih dengan hati yang memanas. Saat orang itu melangkah keluar, ia melanjutkan perkataannya : "Majapahit memang telah kau besarkan namun janganlah sesekali engkau lupa, meski lahir di bumi ini tetapi kamu tidaklah berasal dari bumi ini. Mudah-mudahan kesadaranmu menjaga dirimu", lalu pergilah orang itu.

Tibalah Gajah Mada bersama rombongan di Kawali atau yang biasa dikenal Sunda Galuh atau Bumi Kesundan. "Bandadewa (=Mahapatih) Yang Terhormat, semua telah dipersiapkan bagi Tuanku" kata para pasukan penjemput dari Kerajaan Sunda yang kemudian mengantarkan mereka ke Sri Bima Punta Narayan Madura Suradipati yang adalah Keraton termegah yang pernah & masih Gajah Mada saksikan hingga ia datang. Setelah pertemuan dengan Sang Raja Lingga Buana Raja Kerajaan Sunda, ia beristirahat di Bale yang telah disediakan. Alunan gending Sunda yang lembut & keramahan yang terdengar tidaklah ia nikmati dengan ketenangan, tidak saja karena ia harus mengenang tempat yang pernah ia abdikan sekian tahun yang lalu saat belum menjadi Bhayangkara di Kerajaan Majapahit, namun juga tugas yang ia pikul telah menusuk hatinya yang terdalam.

Tiba-tiba beberapa abdi dalam dari Keputren Kedaton datang menyampaikan pesan : "Bandadewa Yang Mulia, Tuanku Putri mengundang untuk menikmati minuman sore di Istana". Gajah Mada tetap berdiri diam hingga beberapa saat, lalu memberi tanda melalui tangannya seraya berkata : "Sampaikan kepada Putri, saya akan bertemu di tempat terakhir kita bertemu di malam hari". Lalu pergilah para abdi dalam tersebut.

Sekembalinya Sang Mahapatih menemui Sang Putri, di dalam ruangannya telah berdiri Patih yang adalah bawahannya. Tanpa sungkan-sungkan Sang Patih berbicara terlebih dahulu : "Tuanku pergi malam-malam begini darimana ? Tidak untuk mengenang masa lalu kan bukan ? Kuharap Mahapatih Yang Mulia tetaplah ingat tugas antara menancapkan bendera Gula Kelapa di bumi ini ataukah menjalankan titah ibu Suri !". "Apa maksudmu wahai Patih ?" bentak Gajah Mada. "Saya sekedar mengingatkan Yang Mulia Mahapatih untuk menancapkan bendera Gula Kelapa meski ini adalah tempat Tuanku berasal, kecuali Sang Putri Dyah Pitaloka dapat menjadi Permaisuri Baginda Prabu.". Di balik pembicaraan mereka dengan jelas Sakunti Triwestu mendengarnya.
"Bagaimana kamu tahu hal ini ?!" tanya Gajah Mada kembali. "Saya hanya menjaga titah ibunda Prabu, Tuanku. Bukankah nama Tuanku dahulu adalah Sakhseena Rakhsi Ramadaksena atau Ramada dari Bumi ini & pernah berbakti di Kerajaan ini pula ? Namun saat ini Tuanku adalah Mahapatih dari Kerajaan Majapahit. Kiranya jangan Yang Mulia lupakan hal ini !". Dengan geram menahan emosi Gajah Mada berkata : "Apa maksudmu akan ucapanmu tersebut ? Kau meragukan pengabdianku ?!". Lalu sang Patih menjawab : "Baiklah kalau begitu, tentunya tuanku tahu bahwa ibu Suri jg mengetahui jalinan asmara diantara Tuanku & Sang Putri sejak dahulu. Tunjukkan kesetiaan Yang Mulia dengan mempersilahksn Sang Prabu meminangnya, maka daerah ini tidak akan diganggu-gugat".
"Sudah berani kamu, hah ?!" amarah Gajah Mada nyaris tak tertahan. "Beribu2 maaf tuanku, saya hanya menjalankn tugas negara". "Negara katamu ?! Hatimu berbulu utk menjadi Mahapatih, jangan bawa-bawa kesucian negara dalam hal ini !!!".
Demikianlah perdebatan yg didengar & disaksikan Sakunti Triwestu, yang adalah pengawal setia & kesayangan Mahapatih Gajah Mada.

Segalanya berjalan sebagaimana mestinya, Sang Putri menerima pinangan Sang Prabu. Setelah persiapan segala sesuatunya maka pergilah rombongan ini ke Ujung Galuh (=Surabaya) untuk kemudian memasuki Sungai Brantas menuju Trowulan.

Mendengar ini maka Gajah Mada memanggil Tumenggung kepercayaannya menghadap.Namun kagetlah Sang Tumenggung saat menerima perintah Mahapatih : "Segera kirim pasukan segelar sepapan utk mencegat rombongan Sang Putri Kedaton Pasundan & bawalah ia ke hadapanku". Namun Sang Tumenggung berkata : "Tapi Yang Mulia Mahapatih, pasukan penjemput Majapahit telah berada di Ujung Galuh untuk menyambut mereka & mengawalnya". Mendengar jawaban tersebut Gajah Mada lalu menghardiknya : "Tumenggung !!! Ada apa kau ini ?! Kalau begitu : Serang semua pasukan Prabu yg mengawal rombongan ! Dan bawa Sang Putri ke saya ! Belum jelaskah kamu ?!".

Pergilah Sang Tumenggung menuju Bubat yang adalah batas wilayah memasuki Trowulan.

Tiba-tiba seorang Teliksandhi berlari tergopoh-gopoh menghadap Wisma Kemahapatihan untuk segera memberi laporan kepada Gajah Mada, "Tuanku Mahapatih, Tumenggung bersama segenap pasukan telah berada di Bubat. Namun perlu saya laporkan bahwa dalam rangka keakraban maka sebagian prajurit Majapahit yang menjemput ternyata bertukar pakaian dengan sebagian prajurit Pasundan". Tersentak mendengarnya, Gajah Mada segera memerintahkan : "Siapkan segera kudaku !!! Perintahkan untuk menghentikan serangan kepada Tumenggung !!! Lakukan !"

Namun di luar perkiraan, rombongan yang membawa Putri Kedaton Kerajaan Sunda saat bertemu pasukan Majapahit dibawah Tumenggung melakukan serangan terlebih dahulu dengan hujan panah. Melihat hal tersebut maka Sang Tumenggung segera memerintahkan untuk melakukan serangan balik.

Sang Mahapatih tiba saat pertempuran tersebut berlangsung, betapa kagetnya ia saat melihat di kejauhan melihat Sang Teliksandhi tersebut justru tersenyum terarah padanya. Segera suara menggelegar untuk menghentikan pertempuran terdengar dari mulut Gajah Mada.

....... Namun ......

Segala sesuatunya terlambat, Perang Bubat telah terjadi. Peperangan yang adalah Perang Brubuh berlangsung. Siapa lawan & kawan tidak lagi jelas, semua saling menikam & semua saling menghunuskan pedang serta keris, anak panah beterbangan ke segala arah dan semuanya menjadi tumpas tak bersisa.

Tak ada lagi yang dapat diperbuat oleh Gajah Mada, segalanya serasa hampa & hatinya serta pikirannya serasa runtuh tertimpa batu besar.

Di kemudian waktu Ki Mada & berpamitan kepada Keraton Trowulan serta masyarakat Majapahit untuk pergi.

"Ini sudah semua Tuanku" ujar Sakunti Triwestu dengan kedua tangan gemetar tak mampu membendung kesedihannya karena tak diperbolehkan turut serta. Jawab Gajah Mada : "Tenangkanlah dirimu. Kitab PUSTAKA RATUNING BALA SARIWU yg membesarkan Kerajaan Sunda, Sriwijaya, Singasari & Majapahit ini kan kubawa bersamaku. Barangsiapa yg akan menemukanku akan menemukan kitab ini !!! Sementara kamu, pergilah ke Kerajaan Sunda untuk mengabdi & kisahkanlah yang kamu ketahui sesungguhnya pada pengganti Raja Lingga Buana.". Dan pergilah Ki Mada ke arah Timur .......



( RP )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar