Jumat, 03 Juli 2009

Kisah Gajah Mada 8



GAJAH MADA TAKKAN MENAKLUKKAN
BUMI KASUNDAN


Di hadapan Pahom Narendra (= yaitu semacam Dewan Pertimbangan Agung yang terdiri dari Keluarga Raja Utama ) termasuk di dalamnya adalah Sang Ibunda Prabu, Hayam Wuruk telah menyampaikan keinginannya untuk meminang Putri yang ada di lukisannya Sang Mahapati Mada. Betapa Sang Raja Muda ini begitu bergelora jiwanya akan kecantikan Sang Putri dari Bumi Kasundan tersebut, bahkan sejak pertama kali melihat gambar itu.

Dan tentulah hal ini menjadi pembahasan yang serius bagi Pahom Narendra, mengingat Amukti Palapa yang digelorakan Sang Mahapatih telah & bahkan masih berjalan.

"Saya dapat memahami keadaanmu anakku" ucap Sri Kertawardhana yang adalah Ayahanda Raja.

"Kalau Bibi tak semudah itu untuk memahami permintaanmu. Mengingat Sumpah Amukti Palapa masih berjalan dibawah Gajah Mada" ujar Dyah Wiyat Rajadewi Maharajasa sebagai adik Ibunda Raja.

Sementara Pamannya Wijayarajasa tengah memegang dagunya sembari berpikir keras.

"Engkau adalah seorang Prabu, seorang Raja yang segala sesuatunya harus dipikir masak-masak. Tidak bisa hanya karena perasaan, lalu kamu mengambil keputusan begitu cepat" lanjut Dyah Wiyat Sang Bibinya berkata.

"Mohon maaf bila saya potong. Yang diajukan oleh Prabu Hayam Wuruk anak saya hanyalah sekedar mencari pendamping Permaisuri. Bukankah hal yang wajar bila beliau menghaturkan keinginannya ?" tanya Sang Ayahanda Raja Sri Kertawardhana.

"Permaisuri ?!" agak terperanjat Wijayarajasa mendengarnya.

"Apakah di Bumi Majapahit ini kita telah kehabisan wanita sehingga harus mencarinya di tempat lain ?" lanjut Dyah Wiyat.

"Terlebih bila tempat yang dimaksud Sang Prabu adalah wilayah yang belum kita taklukan itu" tambah Sang Suami Dyah Wiyat Wijayarajasa, terlihat berusaha mendukung istrinya. "Dan bahkan dari tempat tersebut akan diangkat sebagai seorang Permaisuri ? Banggalah mereka bila hal itu terjadi !" sambungnya dengan nada tegas.

Sementara itu kedua adik Prabu Hayam Wuruk yaitu Rajasaduhiteswari & Rajasaduhitendudewi saling bertatap-pandang sebelum ikut angkat bicara untuk berusaha membela kakaknya.

Rajasaduhiteswari sebagai anak perempuan tertua mulai terlebih dahulu, "Ampun beribu-ribu ampun Ayahanda, Ibunda, Paman dan Bibi yang kami junjung & sayangi. Namun bukankah baik bila kita sama-sama berusaha memahami rasa hati Kangmas Prabu Hayam Wuruk agar beliau dapat segera mengakhiri masa lajangnya ?".

"Agar dengan demikian Kangmas dapat memiliki pasangan untuk menyempurnakan keprabuannya ?" sambung Rajasaduhitendudewi bermaksud mendukung kakak perempuannya.

Tatap mata mereka bertiga memandang ke kedua adik Sang Prabu tersebut, berusaha memahami maksud pembelaan yang barusan saja diucapkan.

Keheningan sesaat menyelimuti ruangan, hingga Pamannya mulai berkata-kata kembali "Hingga kini saya masih belum bisa menangkap maksud ataupun strategi Sang Mahapatih Gajah Mada. Ia memimpin segenap kekuatan hingga Tumasek & Champa, ke Onin sebelah Timur & Dharmasraya di Barat. Namun mengapa ia tidak memulainya dari perkarangan sebelah kita sendiri yaitu Bumi Kasundan ? Sehingga kini menjadi pembahasan bersama kita ini".

"Mungkin akan ia taklukkan di akhir Sumpahnya ? Mengingat Kerajaan tersebut memiliki kekuatan cukup besar juga. Ingatkah kita bahwa kekuasaan mereka hingga dikenal sebagai Sunda Besar & Sunda Kecil ?" berkatalah Sri Kertawardhana berusaha mencari pemecahan strategi Gajah Mada, sekaligus berharap dapat menjawab teka-teki yang diajukan adik iparnya tersebut.

"Tidak saat ini Kangmas. Saat ini mereka hanyalah berkekuatan di sepanjang barat Jawadwipa saja, tak lebih" jawab Dyah Wiyat kepada kakak iparnya.

Mereka kembali terdiam untuk bersama-sama mencari jalan keluar terhadap keinginan Sang Prabu yang telah diajukan tersebut.

Namun keheningan pecah saat kemudian Sang Ibunda Tribhuannatunggadewi yang sejak awal tak mengeluarkan sepatah katapun, kini mulai berucap "Gajah Mada takkan menaklukkan Bumi Kasundan !".

Terperanjat seisi ruangan mendengar jawaban sekaligus penegasan Sang Ibunda Prabu tersebut.

"Mengapa demikian kesimpulanmu istriku ?" tanya Sri Kertawardhana.

"Bagaimana mungkin ?" tanya Wijayarasaja adik iparnya.

Sementara baik Dyah Wiyat maupun kedua adik Prabu diam dengan memandang seksama Sang Ibunda Prabu tersebut.

Tribhuannatunggadewi lalu berdiri & berjalan ke tengah ruangan sembari meneruskan perkataannya "Dahulu kala ada seorang prajurit Istana Surawisesa bernama Jaya Saksheena dikenal sebagai Ramada. Prajurit tersebut lihai dalam melukis hingga kemampuannya tersebut ia tuangkan kembali saat bertemu Putrinya tersebut. Namun perjalanan & hubungan mereka diketahui oleh Sang Prabu Lingga Buana yang kemudian menegurnya keras karena bagai langit dan bumi. Prajurit itu tertusuk hatinya sangat dalam atas ungkapan Ayahanda Sang Putri, kemudian pergilah ia ke arah timur untuk berbakti pada Kerajaan lain".

Diam sesaat .................

Lalu adik iparnya bertanya "Mohon maaf Mbakyu. Bolehkah saya mengetahui benang merah dengan apa yang sedang kita pikirkan saat ini ?".

Ibunda Prabu kemudian membalikkan badan dan meneruskan ceritanya "Ramada adalah yang kini kita kenal sebagai GAJAH MADA & Kerajaan lain yang kumaksud adalah MAJAPAHIT di saat Prabu Jayanegara bertahta !"

Bagai disamber petir yang menggelegar di kala hujan lebat, seisi ruangan terperanjat kaget mendengarnya. Tak tertinggal Sang Prabu Hayam Wuruk sendiri yang saat itu masih di dalam ruangan.

Namun Tribhuannatunggadewi melanjutkan perkataannya "Hayam Wuruk anakku, engkau pinanglah Sang Putri tersebut, nama lengkapnya adalah Dyah Pitaloka Citraresmi. Engkau akan menyempurnakan Sumpah Amukti Palapa Majapahit dari Gajah Mada !!!"



( RP )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar